1. Pengertian
Pembelajaran bahasa pada dasarnya
adalah proses mempelajari bahasa. Dalam mempelajari bahasa tentu tidak luput
dari kesalahan. Corder (1990:62) menyatakan bahwa semua orang yang belajar
bahasa pasti tidak luput dari kesalahan. Ingatlah bahwa kesalahan itu sumber
inspirasi untuk menjadi benar.
Studi
mengenai kesalahan dan hubungannya dengan pengajaran bahasa perlu digalakkan
sebab melalui kegiatan kajian kesalahan itu dapat diungkapkan berbagai hal
berkaitan dengan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa atau pembelajar.
Apabila kesalahan-kesalahan itu telah diketahui, dapat dugunakan sebagai umpan
balik dalam penyempurnaan pengajaran bahasa.
Hubungan antara pengajaran bahasa
dengan kesalahan berbahasa itu sangat erat. Bahkan Tarigan (1990: 67)
mengatakan bahwa hubungan keduanya ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan
hanya dapat hidup dan berada di dalam air, begitu juga kesalahan berbahasa
sering terjadi dalam pembelajaran bahasa.
Para pakar
linguistik dan para guru bahasa Indonesia sependapat bahwa kesalahan berbahasa
itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh sebab itu, kesalahan
berbahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan dihapuskan.
Kesalahan
berbahasa merupakan suatu proses yang didasarkan pada analisis kesalahan siswa
atau seseorang yang sedang mempelajari sesuatu, misalnya, bahasa. Bahasa itu
bisa bahasa daerah, bahasa Indonesia, bisa juga bahasa asing.
Kemampuan
menguasai bahasa secara baik dapat dilakukan seseorang dengan cara
mempelajarinya, yaitu berlatih berulang-ulang dengan pembetulan di sana-sini.
Proses pembelajaran ini tentunya menggunakan strategi yang tepat agar dapat
memperoleh hasil yang positif.
Analisis
kesalahan berbahasa, ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari atau
ditargetkan sebab analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat berguna
sebagai kelancaran program pengajaran yang sedang dilaksanakan. Maksudnya,
dengan analisis kesalahan para guru dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi
siswa.
Kesalahan
itu biasanya ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan yang berlaku dalam
bahasa yang sedang dipelajari. Jika kata atau kalimat yang digunakan siswa atau pembelajar tidak
sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka pembelajar bahasa dikatakan membuat
kesalahan.
Dalam
kaitannya dengan pengertian analisis kesalahan, Crystal (dalam Pateda,1989:32)
mengatakan bahwa analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk
mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara
sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat siswa yang sedang belajar bahasa
kedua atau bahasa asing dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur
berdasarkan linguistik.
Tarigan
(1990:68) juga mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses
kerja yang digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan langkah-langkah
pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di dalam data,
penjelasan kesalahan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu
berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian taraf keseriusan kesalahan
itu.
Kesalahan berbahasa itu bisa terjadi
disebabkan oleh kemampuan pemahaman siswa atau pembelajar bahasa. Artinya,
siswa memang belum memahami sistem bahasa yang digunakan. Kesalahan biasanya
terjadi secara sistematis. Kesalahan jenis ini dapat berlangsung lama bila
tidak diperbaiki. Perbaikannya biasanya dilakukan oleh guru. Misalnya, melalui
pengajaran remidial, pelatihan, praktik, dan sebagainya. Kadangkala sering
dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan
sistem bahasa yang sedang dipelajari. Bila tahap pemahaman siswa akan sistem
bahasa yang dipelajari ternyata kurang, kesalahan akan sering terjadi.
Kesalahan akan berkurang bila tahap pemahamannya semakin baik.
BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Bahasa Indonesia yang Baik
Bahasa
Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma
kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti
di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola
hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu
terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi, seperti dalam kuliah, dalam seminar,
dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa
Indonesia yang resmi, yang selalu memperhatikan norma bahasa.
Bahasa Indonesia yang Benar
Bahasa
Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu
meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat,
kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika ejaan digunakan
dengan cermat, kaidah pembentukan kata diperhatikan dengan saksama, dan
penataan penalaran ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia
dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati,
pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar.
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar
adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang
berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Pemakaian lafal
daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia
pada situasi resmi sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan memuasken
bukanlah lafal bahasa Indonesia.
Pemakaian
lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang yang
sudah biasa mengucapkan kata logis dan sosiologi menjadi lohis dan sosiolohi.
Jika demikian, bagaiman dengan kata gigi? Apa dilafalkan hihi?
3. KESALAHAN PENERAPAN KAIDAH EJAAN
Pada
bagian ini dibahas tentang kesalahan-kesalahan penerapan kaidah Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa
Indonesia. Setelah disajikan bentuk-bentuk yang salah (nonbaku), disajikan pula
bentuk-bentuk yang benar (baku) sebagai perbaikanya. Mudah-mudahan
bentuk-bentuk perbaikan itu akan mengingatkan kita semua, pemakai bahasa,
selalu berhati-hati dalam menerapkan kaidah ejaan ini. Hal ini disajikan secara
rinci di bawah ini.
1. Pelafalan
1. Memuaskan
Dalam bahadasa Indonesia terdapat
akhiran –kan, bukan –ken. Sesuai dengan tulisannya, akhiran itu
tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang ada orang
yang melafalkan kata seperti memuaskan
dengan [memuasken], diharapkan
dengan [diharapken], diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan tetapi,
pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena dalam bahasa Indonesia apa yang
ditulis itulah yang dilafalkan.
Timbulnya
pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek seseorang,
juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun
demikian, pemakai bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia
tentu tidak akan mengikuti cara pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya akan
terus berusaha meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia, termasuk
dalam pelafalannya.
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memang tidak
semudah yang diduga orang. Kendati demikian, dalam berbahasa, terutama dalam
situasi yang resmi, lazimnya orang selalu berusaha menggunakan bahasa
sebaik-baiknya, baik dalam penggunaan kaidah tata bahasa maupun pelafalannya.
Masyarakat
kita yang berlatar belakang bahasa pertama bahasa daerah tampaknya memang
sering mengalami kesulitan dalam menghilangkan pengaruh bahasa daerahnya ketika
berbahasa Indonesia. Pengaruh itu terutama terlihat jelas dalam pelafalannya.
“Penyakit” itu agaknya tidak hanya terjadi pada masyarakat awam, tetapi juga
pada orang tertentu yang kebetulan menjadi pejabat pemerintah. Contohnya tidak
hanya pada kata tersebut di atas, tetapi juga pada kata lain, seperti makin,
malam, kedudukan. Menurut aturan lafal bahasa Indonesia, kata-kata itu
seharusnya dilafalkan dengan [makin],
[malam], [kedudukan], bukan dengan [mangkin], [malem], [kedudu’an]. Lafal yang terpengaruh bahasa daerah itu
dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik harus kita hindari karena lafal
bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan pengaruh atau
atau ciri-ciri lafal daerah atau dialek tertentu.
2. Energi
Kata energi sering dilafalkan
dengan [energi], [enerkhi], dan
[enerji]. Kata energi dalam bahasa Indonesia diserap dari kata asing energie
(Belanda) atau energy (Inggris). Sesuai dengan nama huruf di dalam abjad
bahasa Indonesia, huruf g tetap
dilafalkan dengan [g], bukan [kh] atau [j], begitu pula halnya dengan huruf g
yang terdapat pada kata energi.
Oleh karena itu, pelafalan yang baku untuk kata energi adalah [energi],
bukan [enerkhi] atau [enerji].
Pelafalan g
dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Belanda, sedangkan
dengan [j] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Inggris. Dalam berbahasa
Indonesia yang baik, pelafalan yang terpengaruh bahasa asing itu patut kita
hindari karena lafal bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak
menampakkan pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
Beberapa
contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini.
Kata Lafal
Baku Lafal Tidak
Baku
biologi [biologi] [biolokhi],
[bioloji]
teknologi [teknologi] [tehnolokhi],
[tehnoloji], [teknoloji]
filologi [filologi] [filolokhi],
[filoloji]
sosiologi [sosiologi] [sosiolokhi],
[sosioloji]
fonologi [fonologi] [fonolokhi],
[fonoloji]
3. Huruf e
Huruf
e dalam bahasa Indonesia mempunyai tiga macam bunyi, yaitu [e], [ ], dan [ ].
Ktiga bunyi itu penulisannya tidak dibdakan dan dilambangkan dengan satu huruf,
yaitu e. Oleh sebab itu, kemungkinan para pemakai bahasa melafalkan huruf itu
secara tidak tepat sudah merupakan suatu hal yang dapat diduga.
Kesalahan
yang banyak kita dengar dewasa ini adalah bercampuraduknya bunyi e pepet
[ ] dan e benar [e] . Kata-kata
yang seharusnya dilafalkan dengan e pepet dilafalkan orang dengan e benar,
demikian juga sebaliknya.
Pada kata teras huruf e dapat dilafalkan dengan e
benar/taling) [e] atau e pepet [ ]
dengan makna yang berbeda. Jika dilafalkan dengan dengan e taling, kata teras berarti serambi atau emper,
sedangkan jika dilafalkan dengan e pepet kata teras berarti ‘inti’, misalnya pejabat teras berarti ‘pejabat
inti’.
Kata-kata
seperti pegang, kemana, mengapa yang
seharusnya dilafalkan dengan e pepet,
sering dilafalkan dengan e keras/taling. Sebaliknya, kata-kata seperti lengah, ide yang semestinya dilafalkan dengan e keras, dilafalkan dengan e
pepet.
Kata esa pada Tuhan Yang Maha Esa sering
dilafalkan dengan orang dengan e benar. Lafal yang benar adalah dengan bunyi e
pepet karena e pada awal kata itu lemah bunyinya. Bunyi e itu lama kelamaan
hilang lalu esa menjadi sa. Dalam bahasa Indonesia sa itu berubah menjadi se dan karena terdiri atas satu suka
kata, dittuliskan sebagai awalan seperti kita lihat pada kata-kata sebatang, sebuah, semalam, sehari;
artinya ‘satu’.
4. Pasca dan Civitas academika
Kata pasca
dan civitas academica berasal dari bahasa yang berbeda. Kata pasca
berasal dari bahasa Sansekerta, sedangkan civitas academica dari
bahasaLatin. Oleh karena asalnya berbeda, cara melafalkannya pun tidak sama.
Huruf
c pada kata pasca, sesuai dengan
bahasa asalnya, dilafalkan [c], bukan [k]. Sejalan dengan itu, kata pasca
pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca], bukan [paska], misalnya pada pascapanen
[pascapanen] dan pascasarjana [pascasarjana]. Di dalam kamus pun tidak
ada keterangan yang memberi petunjuk bahwa pasca harus dibaca dengan
[paska]. Oleh karena itu, pascapanen dan pascasarjana tidak
dilafalkan dengan [paskapanen] dan [paskasarjana], tetapi dilafalkan dengan
[pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan pasca dengan panca,
yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang sama, yaitu Sansekerta.
Dalam hal ini panca pun dilafalkan dengan [panca], bukan [panka],
misalnya pada kata pancasila dan pancakrida.
Huruf c
dari bahasa Latin, seperti halnya dari
bahasa Inggris, tidak dolafalkan dengan {c], tetapi di satu pihak huruf itu
dapat dilafalkan dengan [s], dan di pihak lain dapat pula dilafalkan dengan
[k]. Huruf c asing, sesuai dengan penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika
huruf itu terdapat di muka e, i, oe, dan y.
Misalnya:
cent ------ sen
central -------- sentral
circulation
----- sirkulasi
coelom -------- selom
cylinder-------- silinder
Adapun c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu terletak
di muka a, u, o dan konsonan.
corelation ---------- korelasi
calculation ---------- kalkulasi
cubic ---------- kubik
construction ---------- konstruksi
classification ---------- klasifikasi
Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun
dilafalkan dengan [s] karena terletak di muka i, tetapi pada academica c
dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka a. Dengan demikian, civitas
academica dilafalkan dengan [sivitas akademika], bukan [civitas academica].
5. Singkatan cm dan ca
Cm dan ca merupakan
singkatan dari centimeter dan calcium. Kedua istilah itu telah
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi sentimeter dan kalsium.
Sungguhpun demikian, singkatannya tetap dipertahankan sesuai dengan singkatan
asingnya karena pemakaian singkatan itu sudah bersifat internasional. Jadi,
dalam bahasa Indonesia pun bentuk singkatan itu tetap cm dan ca,
tidak diubah menjadi sm dan ka.
Dalam
kaitannya dengan pelafalan perlu diketahui bahwa singkatan lazimnya dilafalkan
dengan dua cara, yaitu ada yang dilafalkan denga huruf demi huruf, misal SD
dengan [es-de], dan ada pula yang dilafalkan dengan mengikuti bentuk
lengkapnya, misalnya, dsb., dan a.n. Yang dilafalkan dengan [dan sebagainya]
dan [atas nama], bukan [de-es,be] dan [a-en]. Sejalan dengan itu, cm dan ca
termasuk singkatan yang dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya. Oleh karena
itu, cm dan ca tidak dilafalkan dengan [ce-em] dan [ce-a], tetapi dengan
mengikuti bentuk lengkapnya yang telah disesuaikan dengan ejaan bahasa
Indonesia, yaitu [sentimeter] dan [kalsium].
Singkatan
lain, yang dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya seperti di bawah ini.
Singkatan Pelafalannya
Sdr. [saudara]
dst. [dan
seterusnya]
ybs. [yang
bersangkutan]
tsb. [tersebut]
d.a. [dengan
alamat]
dll. [dan
lain-lain]
6. Singkatan dan Akronim Asing
Singkatan dan akronim asing
pelafalannya diperlakukan agak berbeda dengan singkatan dan akronin bahasa
Indonesia. Sebagai singkatan, huruf dari bahasa mana pun dilafalkan
menurut abjad bahasa Indonesia. Oleh
karena itu, singkatan asing pun dilafalkan seperti halnya lafal bahasa
Indonesia.
Misalnya:
Singkatan Lafal
Baku Lafal Tidak Baku
FAO [ef-a-o] [ef-ey-ow]
IGGI [i-ge-ge-i] [ay-ji-ji-ay]
DO [de-o] [di-ow]
BBC [be-be-ce] [bi-bi-si], [be-be-se]
AC [a-ce] [ey-si], [a-se]
WC [we-ce] [we-se], [dablyu-si]
TV [te-ve] [ti-vi]
TVRI [te-ve-er-i] [ti-vi-er-i]
Dahulu,
ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama, singkatan BBC, AC, dan
WC, pelafalannya [be-be-se], [a-se], dan [we-se] karena pelafalan itu sesuai
dengan nama huruf c dalam ejaan lama,
yaitu se. Akan tetapi, sejak EYD diresmikan dan nama huruf c diubah
menjadi [ce]. Dengan demikian, BBC, AC, dan WC, pelafalannya yang baku adalah
[be-be-ce].[a-ce], dan [we-ce] karena disesuaikan dengan nama hurf c yaitu ce,
sedangkan [be-be-se], [a-se], dan [we-se] dipandang sebagai lafal yang tidak
baku.
Dalam
hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan dengan lafal asingnya karena
dapat menyulitkan para pemakai bahasa Indonesia. Jika singkatan dari bahasa
Inggris harus dilafalkan menurut huruf dalam bahasa Inggris, misalnya,
bagaimana kalau kita dihadapkan pada singkatan dari bahasa asing yang lain,
seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan Jepang? Berapa banyak masyarakat kita yang
mengenal nama huruf di dalam bahasa-bahasa itu? Bagaimana pula melafalkan huruf
dalam bahasa-bahasa itu, tentu tidak banyak yang tahu.
Dengan
pertimbangan bahwa orang Indonesia yang paham bahasa Indonesia dengan abjadnya
lebih banyak daripada jumlah orang yang mengenal bahasa asing dengan abjadnya,
sebaiknyalah singkatan dari bahasa mana pun, demi kejelasan informasi yang akan
disampaikan kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf yang terdapat
dalam abjad bahasa Indonesia. Jadi,
singkatan asing yang terdapat dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai
dengan lafal bahasa Indonesia.
Berbeda
halnya dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti kata biasa. Dalam
hal ini, akronim asing pun dipandang identik dengan kata asing. Kalau kata asing dilafalkan mengikuti lafal
aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal akronim itu dalam bahasa
asalnya. Dengan demikian, akronim asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia,
terutama yang pemakaiannya sudah bersifat internasional, dilafalkan sesuai
dengan lafal bahasa aslinya.
Misalnya”
Akronim Lafal Baku Lafal Tidak Baku
Unesco [yunesko] [unesko]
Unicep [yunisyep] [unicep]
Di
samping akronim dan kata asing, unsur
serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, yang masih
ditulis dengan ejaan asing pelafalannya pun disesuaikan dengan lafal bahasa
asingnya.
Misalnya:
reshufle
tetap dilafalkan [riesafel]
shuttlecock
tetap dilafalkan [syatelkak]
7. Angka Tahun dan Angka 0
Sampai saat ini pelafalan angka tahun
dan angka memang cukup bervariasi. Tahun 1989, misalnya, ada yang melafalkan
dengan [satu-sembilan-delapan-sembilan] atau angka demi angka, tetapi ada pula
yang melafalkannya dengan [sembilan belas-delapan sembilan]. Di samping itu,
juga tidak sedikit yang melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan
puluh sembilan]. Dari berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang resmi adalah
yang terakhir, yaitu seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan. Pelafalan
itu pulalah yang sebaiknya digunakan, sedangkan dua pelafalan lainnya dipandang
tidak baku.
Angka 0
berarti ‘kosong’ atau ‘tidak ada apa-apanya’. Dalam bahasa kita pelafalan angka
itu yang sebaiknya digunakan adalah [nol], bukan [kosong]. Misalnya, nomor
telepon 306039 dilafalkan dengan [tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan
[tiga-kosong-enam-kosong-tiga-sembilan].
Pelafalan
angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa Inggris zero, yang
dalam bahasa kita memang sering diterjemahkan dengan kosong.
TUGAS :
1. Tuliskan 5 contoh kalimat kesalahan berbahasa yang sering digunakan masyarakat dalam berbahasa !
2. Tuliskan pendapatnya, bagaimana cara mengatasi kesalahan berbahasa yang terjadi di masyarakat?