Senin, 19 September 2016

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

  ( Silakan dibaca, kerjakan tugasnya dengan cara mengirim ke email "adarma737@yahoo.co.id"


1. Pengertian
            Pembelajaran bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa. Dalam mempelajari bahasa tentu tidak luput dari kesalahan. Corder (1990:62) menyatakan bahwa semua orang yang belajar bahasa pasti tidak luput dari kesalahan. Ingatlah bahwa kesalahan itu sumber inspirasi untuk menjadi benar.
            Studi mengenai kesalahan dan hubungannya dengan pengajaran bahasa perlu digalakkan sebab melalui kegiatan kajian kesalahan itu dapat diungkapkan berbagai hal berkaitan dengan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa atau pembelajar. Apabila kesalahan-kesalahan itu telah diketahui, dapat dugunakan sebagai umpan balik dalam penyempurnaan pengajaran bahasa.
            Hubungan antara pengajaran bahasa dengan kesalahan berbahasa itu sangat erat. Bahkan Tarigan (1990: 67) mengatakan bahwa hubungan keduanya ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup dan berada di dalam air, begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dalam pembelajaran bahasa.
            Para pakar linguistik dan para guru bahasa Indonesia sependapat bahwa kesalahan berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh sebab itu, kesalahan berbahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan dihapuskan.
            Kesalahan berbahasa merupakan suatu proses yang didasarkan pada analisis kesalahan siswa atau seseorang yang sedang mempelajari sesuatu, misalnya, bahasa. Bahasa itu bisa bahasa daerah, bahasa Indonesia, bisa juga bahasa asing.
            Kemampuan menguasai bahasa secara baik dapat dilakukan seseorang dengan cara mempelajarinya, yaitu berlatih berulang-ulang dengan pembetulan di sana-sini. Proses pembelajaran ini tentunya menggunakan strategi yang tepat agar dapat memperoleh hasil yang positif.
            Analisis kesalahan berbahasa, ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari atau ditargetkan sebab analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat berguna sebagai kelancaran program pengajaran yang sedang dilaksanakan. Maksudnya, dengan analisis kesalahan para guru dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa.
            Kesalahan itu biasanya ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan yang berlaku dalam bahasa yang sedang dipelajari. Jika kata atau kalimat  yang digunakan siswa atau pembelajar tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka pembelajar bahasa dikatakan membuat kesalahan.
            Dalam kaitannya dengan pengertian analisis kesalahan, Crystal (dalam Pateda,1989:32) mengatakan bahwa analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat siswa yang sedang belajar bahasa kedua atau bahasa asing dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik.
            Tarigan (1990:68) juga mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses kerja yang digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan langkah-langkah pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di dalam data, penjelasan kesalahan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian taraf keseriusan kesalahan itu.    
            Kesalahan berbahasa itu bisa terjadi disebabkan oleh kemampuan pemahaman siswa atau pembelajar bahasa. Artinya, siswa memang belum memahami sistem bahasa yang digunakan. Kesalahan biasanya terjadi secara sistematis. Kesalahan jenis ini dapat berlangsung lama bila tidak diperbaiki. Perbaikannya biasanya dilakukan oleh guru. Misalnya, melalui pengajaran remidial, pelatihan, praktik, dan sebagainya. Kadangkala sering dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang sedang dipelajari. Bila tahap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang dipelajari ternyata kurang, kesalahan akan sering terjadi. Kesalahan akan berkurang bila tahap pemahamannya semakin baik.     

 BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Bahasa Indonesia yang Baik
            Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi, yang selalu memperhatikan norma bahasa.

Bahasa Indonesia yang Benar
            Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata diperhatikan dengan saksama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar.

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
                  Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan memuasken bukanlah lafal bahasa Indonesia.
            Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang yang sudah biasa mengucapkan kata logis  dan sosiologi menjadi lohis dan sosiolohi. Jika demikian, bagaiman dengan kata gigi? Apa dilafalkan hihi?



3. KESALAHAN PENERAPAN KAIDAH EJAAN

            Pada bagian ini dibahas tentang kesalahan-kesalahan penerapan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia. Setelah disajikan bentuk-bentuk yang salah (nonbaku), disajikan pula bentuk-bentuk yang benar (baku) sebagai perbaikanya. Mudah-mudahan bentuk-bentuk perbaikan itu akan mengingatkan kita semua, pemakai bahasa, selalu berhati-hati dalam menerapkan kaidah ejaan ini. Hal ini disajikan secara rinci di bawah ini.

1. Pelafalan
1. Memuaskan 
            Dalam bahadasa Indonesia terdapat akhiran –kan, bukan –ken. Sesuai dengan tulisannya, akhiran itu tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang ada orang yang melafalkan kata seperti  memuaskan dengan [memuasken],  diharapkan dengan [diharapken], diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan tetapi, pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena dalam bahasa Indonesia apa yang ditulis itulah yang dilafalkan.
            Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun demikian, pemakai bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia tentu tidak akan mengikuti cara pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya akan terus berusaha meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia, termasuk dalam pelafalannya.
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memang tidak semudah yang diduga orang. Kendati demikian, dalam berbahasa, terutama dalam situasi yang resmi, lazimnya orang selalu berusaha menggunakan bahasa sebaik-baiknya, baik dalam penggunaan kaidah tata bahasa maupun pelafalannya.
            Masyarakat kita yang berlatar belakang bahasa pertama bahasa daerah tampaknya memang sering mengalami kesulitan dalam menghilangkan pengaruh bahasa daerahnya ketika berbahasa Indonesia. Pengaruh itu terutama terlihat jelas dalam pelafalannya. “Penyakit” itu agaknya tidak hanya terjadi pada masyarakat awam, tetapi juga pada orang tertentu yang kebetulan menjadi pejabat pemerintah. Contohnya tidak hanya pada kata tersebut di atas, tetapi juga pada kata lain, seperti makin, malam, kedudukan. Menurut aturan lafal bahasa Indonesia, kata-kata itu seharusnya dilafalkan dengan [makin],  [malam], [kedudukan], bukan dengan [mangkin], [malem], [kedudu’an].  Lafal yang terpengaruh bahasa daerah itu dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik harus kita hindari karena lafal bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan pengaruh atau atau ciri-ciri lafal daerah atau dialek tertentu. 

2. Energi
            Kata energi sering dilafalkan dengan  [energi], [enerkhi], dan [enerji]. Kata energi dalam bahasa Indonesia diserap dari kata asing energie (Belanda) atau energy (Inggris). Sesuai dengan nama huruf di dalam abjad bahasa Indonesia, huruf g  tetap dilafalkan dengan [g], bukan [kh] atau [j], begitu pula halnya dengan huruf g  yang terdapat pada kata energi. Oleh karena itu, pelafalan yang baku untuk kata energi adalah [energi], bukan [enerkhi] atau [enerji].
            Pelafalan g dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Belanda, sedangkan dengan [j] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Inggris. Dalam berbahasa Indonesia yang baik, pelafalan yang terpengaruh bahasa asing itu patut kita hindari karena lafal bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
            Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini.
Kata                            Lafal Baku                  Lafal Tidak Baku
biologi                        [biologi]                      [biolokhi], [bioloji]
teknologi                     [teknologi]                  [tehnolokhi], [tehnoloji], [teknoloji]
filologi                        [filologi]                     [filolokhi], [filoloji]
sosiologi                     [sosiologi]                  [sosiolokhi], [sosioloji]
fonologi                      [fonologi]                   [fonolokhi], [fonoloji]

3. Huruf e
            Huruf e dalam bahasa Indonesia mempunyai tiga macam bunyi, yaitu [e], [ ], dan [ ]. Ktiga bunyi itu penulisannya tidak dibdakan dan dilambangkan dengan satu huruf, yaitu e. Oleh sebab itu, kemungkinan para pemakai bahasa melafalkan huruf itu secara tidak tepat sudah merupakan suatu hal yang dapat diduga.
            Kesalahan yang banyak kita dengar dewasa ini adalah bercampuraduknya bunyi e pepet
[ ] dan e benar [e] . Kata-kata yang seharusnya dilafalkan dengan e pepet dilafalkan orang dengan e benar, demikian juga sebaliknya. 
Pada kata teras  huruf e dapat dilafalkan dengan e benar/taling) [e] atau e pepet [ ]  dengan makna yang berbeda. Jika dilafalkan dengan dengan e taling, kata teras berarti serambi atau emper, sedangkan jika dilafalkan dengan e pepet kata teras berarti ‘inti’, misalnya pejabat teras berarti ‘pejabat inti’.
Kata-kata seperti pegang, kemana, mengapa yang seharusnya dilafalkan dengan e pepet,  sering dilafalkan dengan e keras/taling. Sebaliknya, kata-kata seperti lengah, ide yang semestinya dilafalkan dengan e keras, dilafalkan dengan e pepet.
Kata esa pada Tuhan Yang Maha Esa sering dilafalkan dengan orang dengan e benar. Lafal yang benar adalah dengan bunyi e pepet karena e pada awal kata itu lemah bunyinya. Bunyi e itu lama kelamaan hilang lalu esa menjadi sa. Dalam bahasa Indonesia sa itu berubah menjadi se dan karena terdiri atas satu suka kata, dittuliskan sebagai awalan seperti kita lihat pada kata-kata sebatang, sebuah, semalam, sehari; artinya ‘satu’.

 4. Pasca dan Civitas academika
            Kata pasca dan civitas academica berasal dari bahasa yang berbeda. Kata pasca berasal dari bahasa Sansekerta, sedangkan civitas academica dari bahasaLatin. Oleh karena asalnya berbeda, cara melafalkannya pun tidak sama.
            Huruf c  pada kata pasca, sesuai dengan bahasa asalnya, dilafalkan [c], bukan [k]. Sejalan dengan itu, kata pasca pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca], bukan [paska], misalnya pada pascapanen [pascapanen] dan pascasarjana [pascasarjana]. Di dalam kamus pun tidak ada keterangan yang memberi petunjuk bahwa pasca harus dibaca dengan [paska]. Oleh karena itu, pascapanen dan pascasarjana tidak dilafalkan dengan [paskapanen] dan [paskasarjana], tetapi dilafalkan dengan [pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan pasca dengan panca, yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang sama, yaitu Sansekerta. Dalam hal ini panca pun dilafalkan dengan [panca], bukan [panka], misalnya pada kata pancasila dan pancakrida.
            Huruf c dari bahasa  Latin, seperti halnya dari bahasa Inggris, tidak dolafalkan dengan {c], tetapi di satu pihak huruf itu dapat dilafalkan dengan [s], dan di pihak lain dapat pula dilafalkan dengan [k]. Huruf c asing, sesuai dengan penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika huruf itu terdapat di muka e, i, oe, dan y. 
Misalnya:
            cent     ------               sen
            central             --------            sentral
            circulation -----          sirkulasi
            coelom            --------             selom
            cylinder--------                       silinder
Adapun c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu terletak di muka a, u, o dan konsonan.
            corelation        ----------          korelasi
            calculation      ----------          kalkulasi
            cubic               ----------          kubik
            construction    ----------          konstruksi
            classification  ----------          klasifikasi
Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun dilafalkan dengan [s] karena terletak di muka i, tetapi pada academica c dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka a. Dengan demikian, civitas academica dilafalkan dengan [sivitas akademika], bukan [civitas academica].


5. Singkatan cm dan ca
            Cm dan ca merupakan singkatan dari centimeter dan calcium. Kedua istilah itu telah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi sentimeter dan kalsium. Sungguhpun demikian, singkatannya tetap dipertahankan sesuai dengan singkatan asingnya karena pemakaian singkatan itu sudah bersifat internasional. Jadi, dalam bahasa Indonesia pun bentuk singkatan itu tetap cm dan ca, tidak diubah menjadi sm dan ka.
            Dalam kaitannya dengan pelafalan perlu diketahui bahwa singkatan lazimnya dilafalkan dengan dua cara, yaitu ada yang dilafalkan denga huruf demi huruf, misal SD dengan [es-de], dan ada pula yang dilafalkan dengan mengikuti bentuk lengkapnya, misalnya, dsb., dan a.n. Yang dilafalkan dengan [dan sebagainya] dan [atas nama], bukan [de-es,be] dan [a-en]. Sejalan dengan itu, cm dan ca termasuk singkatan yang dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya. Oleh karena itu, cm dan ca tidak dilafalkan dengan [ce-em] dan [ce-a], tetapi dengan mengikuti bentuk lengkapnya yang telah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia, yaitu [sentimeter] dan [kalsium].
            Singkatan lain, yang dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya seperti di bawah ini.
            Singkatan                                            Pelafalannya
            Sdr.                                                     [saudara]
            dst.                                                      [dan seterusnya]
            ybs.                                                     [yang bersangkutan]
            tsb.                                                      [tersebut]
            d.a.                                                      [dengan alamat]
            dll.                                                       [dan lain-lain]


6. Singkatan dan Akronim Asing
            Singkatan dan akronim asing pelafalannya diperlakukan agak berbeda dengan singkatan dan akronin bahasa Indonesia. Sebagai singkatan, huruf dari bahasa mana pun dilafalkan menurut  abjad bahasa Indonesia. Oleh karena itu, singkatan asing pun dilafalkan seperti halnya lafal bahasa Indonesia.
Misalnya:
            Singkatan                    Lafal Baku                  Lafal Tidak Baku
            FAO                            [ef-a-o]                       [ef-ey-ow]
            IGGI                            [i-ge-ge-i]                   [ay-ji-ji-ay]
            DO                              [de-o]                          [di-ow]
            BBC                            [be-be-ce]                   [bi-bi-si], [be-be-se]
            AC                               [a-ce]                          [ey-si], [a-se]
            WC                              [we-ce]                        [we-se], [dablyu-si]
            TV                               [te-ve]                                     [ti-vi]
            TVRI                           [te-ve-er-i]                  [ti-vi-er-i]
            Dahulu, ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama, singkatan BBC, AC, dan WC, pelafalannya [be-be-se], [a-se], dan [we-se] karena pelafalan itu sesuai dengan nama huruf  c dalam ejaan lama, yaitu se. Akan tetapi, sejak EYD diresmikan dan nama huruf c diubah menjadi [ce]. Dengan demikian, BBC, AC, dan WC, pelafalannya yang baku adalah [be-be-ce].[a-ce], dan [we-ce] karena disesuaikan dengan nama hurf c yaitu ce, sedangkan [be-be-se], [a-se], dan [we-se] dipandang sebagai lafal yang tidak baku.
            Dalam hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan dengan lafal asingnya karena dapat menyulitkan para pemakai bahasa Indonesia. Jika singkatan dari bahasa Inggris harus dilafalkan menurut huruf dalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana kalau kita dihadapkan pada singkatan dari bahasa asing yang lain, seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan Jepang? Berapa banyak masyarakat kita yang mengenal nama huruf di dalam bahasa-bahasa itu? Bagaimana pula melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa itu, tentu tidak banyak yang tahu.
            Dengan pertimbangan bahwa orang Indonesia yang paham bahasa Indonesia dengan abjadnya lebih banyak daripada jumlah orang yang mengenal bahasa asing dengan abjadnya, sebaiknyalah singkatan dari bahasa mana pun, demi kejelasan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf yang terdapat dalam abjad bahasa Indonesia.  Jadi, singkatan asing yang terdapat dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa Indonesia.
            Berbeda halnya dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti kata biasa. Dalam hal ini, akronim asing pun dipandang identik dengan kata asing.  Kalau kata asing dilafalkan mengikuti lafal aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal akronim itu dalam bahasa asalnya. Dengan demikian, akronim asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia, terutama yang pemakaiannya sudah bersifat internasional, dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa aslinya.
Misalnya”
            Akronim                     Lafal Baku                  Lafal Tidak Baku
            Unesco                        [yunesko]                    [unesko]
            Unicep                        [yunisyep]                   [unicep]
            Di samping  akronim dan kata asing, unsur serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, yang masih ditulis dengan ejaan asing pelafalannya pun disesuaikan dengan lafal bahasa asingnya.
Misalnya:
            reshufle tetap dilafalkan [riesafel]
            shuttlecock tetap dilafalkan  [syatelkak]

7. Angka Tahun dan Angka 0
            Sampai saat ini pelafalan angka tahun dan angka memang cukup bervariasi. Tahun 1989, misalnya, ada yang melafalkan dengan [satu-sembilan-delapan-sembilan] atau angka demi angka, tetapi ada pula yang melafalkannya dengan [sembilan belas-delapan sembilan]. Di samping itu, juga tidak sedikit yang melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan]. Dari berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang resmi adalah yang terakhir, yaitu seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan. Pelafalan itu pulalah yang sebaiknya digunakan, sedangkan dua pelafalan lainnya dipandang tidak baku.
            Angka 0 berarti ‘kosong’ atau ‘tidak ada apa-apanya’. Dalam bahasa kita pelafalan angka itu yang sebaiknya digunakan adalah [nol], bukan [kosong]. Misalnya, nomor telepon 306039 dilafalkan dengan [tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan [tiga-kosong-enam-kosong-tiga-sembilan].
            Pelafalan angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa Inggris zero, yang dalam bahasa kita memang sering diterjemahkan dengan kosong.




TUGAS : 

1. Tuliskan 5 contoh kalimat kesalahan berbahasa yang sering digunakan masyarakat dalam berbahasa !
2. Tuliskan pendapatnya, bagaimana cara mengatasi kesalahan berbahasa yang terjadi di masyarakat?

                                       

Kirim jawabannya di email   "adarma737@yahoo.co.id"

Sabtu, 03 September 2016

DOAKU



1. Tuhan, ini doa untuk Ibuku:
Damaikanlah/bahagiankan hatinya, sehatkanlah tubuhnya, dan selalu kasihilah dia.
2. Tuhan, ini doa Ayahku :
Jagalah dari siksaan kubur, tentramkan dan damaikan perasaannya di dalam kubur.
3. Tuhan, ini doa untukku:
Jadikanlah aku anak yang membanggakan Ibu /Ayahku dan  keluargaku, negaraku, agamaku yang ikhlas dalam bekerja. Tuntunlah setiap langkah dalam perjalanan hidupku serta mudahkanlah urusanku. 
4. Tuhan, ini doa untuk suamiku:
Jadikanlah  dia sebagai suami yang dapat  yang menjadi imam dalam keluarganya, yang dapat menuntun menggapai kebahagian dunia akhirat.
5. Tuhan, ini do untuk anakku:
jadikanlah anak shaleh, sehat,   panjangkanlah umurnya, jadikanlah anak yang berguna bagi agamanya, bangsanya, orang  tuanya, dan seluruh jagad raya.  Aminnnn

Berikan Pelajaran Tauhid Sejak Dini pada Anak!

      Pelajaran tauhid sangat penting diberikan kepada anak sejak dini, supaya menuntun keyakinannya kepada kuasa Allah SWT, serta dapat men...