Selasa, 13 April 2021

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN (Modul 3.1.a.8 Koneksi Antarmateri)

 



Menurut Bob Talbert , “Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

 Ada pesan yang mendalam dari kalimat kutipan tersebut,  terutama bagi para penggelut dunia pendidikan, baik itu pendidikan formal ataupun non formal. Pendidikan yag sejati sangat berfaedah  dalam menguatkan  dasar sikap dan pondasi karakter yang kokoh, membekali anak dengan pandangan sebagai pegangan hidup yang tepat dalam menghadapi paradigma serta perubahan dalam siklus kehidupannya. Penguatan sikap, keterampilan dan cara pandang positif melalui pelajaran budi pekerti, sosial emosional lebih utama untuk diajarkan pada anak didik, dengan tujuan membantu anak menyadari jati dirinya, sehingga mereka kedepannya menjadi pribadi yang kaya akan nilai nilai prinsip hidup mulia, memiliki daya lenting/daya juang yang sangat baik, serta keluwesan sikap yang didasari pandangan dan pemikiran yang bijak.

 

Seorang pendidik/guru, dalam menjalankan tugas mulia tersebut, tidak terlepas  perannya juga sebagai seorang pemimpin pembelajaran, dalam hal ini guru seringkali dihadapkan pada situasi sulit dan dilematis, yang mengharuskan mereka untuk mengambil suatu keputusan. Dalam kenyataannya, sering pula keputusan tersebut melibatkan kepentingan dari pihak yang sama-sama benar, tapi saling bertentangan satu dengan yang lainnya.  Pemikiran seperti apa yang akan melandasi dalam pengambilan keputusan oleh seorang guru? Lalu  apakah ada keraguan atas keputusan yang dibuat setelah mengambil keputusan tersebut? Mungkinkah keputusan yang dibuat akan mampu mengakomodir kepentingan banyak orang yang terlibat di dalamnya? Semua ini akan dijawab dalam seni berpikir dan menganalisis sebuah situasi untuk membuat keputusan yang baik. Seni dan keterampilan berpikir analisis kritis ini penting bagi seorang guru karena guru berperan dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

 

Situasi dilema etika adalah hal berat yang sering kali harus dihadapi, pada situasi ini akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan sebagai berikut:

 

1.        Individu lawan masyarakat (individual vs community). Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar

2.        Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy). Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang.

3.        Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty). Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.

4.        Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term),  paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari.

 

Secara umum ada tiga prinsip yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut adalah: Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Selain memepertimbangkan ketiga prinsip tersebut, perlu dianalisis 9 langkah yang telah disusun untuk memandu guru dalam mengambil dan menguji keputusan dalam situasi dilema etika, karena adanya beberapa nilai-nilai yang bertentangan, yaitu:

 

1.      Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi

2.      Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3.      Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4.      Pengujian benar atau salah terdiri dari : Uji legal, Uji regulasi/standar professional, Uji intuisi, Uji halaman depan Koran, Uji panutan/idola.

5.      Pengujian paradigma benar lawan benar

6.      Melakukan prinsip resolusi

7.      Investigasi opsi trilema

8.      Buat keputusan

9.      Lihat lagi keputusan dan refleksikan

 

Pembahasan di modul 3.1 tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangat erat hubungannya dengan pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka, serta memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil.

 

Trilogi kepemimpinan Ki Hajar Dewantara ini meliputi : Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi contoh), Ing madya mangun karsa (di tengah memberikan dorongan), Tut wuri handayani (di belakang selalu menyemangati). Melalui pemahaman mendalam akan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara serta melakukan praktek refleksi-kritis atas korelasi nilai-nilai tersebut dengan konteks pendidikan lokal dan nasional secara kekinian, maka guru akan mampu menjalankan strategi sebagai pemimpin pembelajaran, yang mengoptimalkan upaya  terwujudnya sekolah sebagai pusat pengembangan karakter dengan budaya positif.

 

            Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran juga erat hubungannya dengan nilai-nilai dan peran guru penggerak. Dimana peran guru penggerak yaitu merumuskan nilai-nilai diri yang selaras dengan upaya mewujudkan murid merdeka, membuat rencana perubahan diri yang akan mendukung penguatan nilai dan peran mereka sebagai guru penggerak,  serta menginternalisasi nilai-nilai diri dan perannya sebagai guru penggerak untuk mewujudkan komunitas pembelajar sepanjang hayat dan menerapkan budaya positif di lingkungan sekolahnya. Nilai –nilai dan peran guru penggerak seperti berkarakter, mandiri, kolaborait, inovatif dan memiliki moral dan etika dari guru penggerak akan sangat mempengaruhi cara pandang guru tersebut dalam pengambilan keputusan yang tepat sebagai pemimpin pembelajaran.

 

            Lalu bagaimana hubungan coaching dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Ada hubungan yang erat dimana kita pahami  keterampilan coaching perlu dikuasai oleh seorang guru. Mengapa keterampilan coachingCoaching diperlukan karena murid dipandang sebagai individu/pribadi hidup yang  merdeka. Sosok yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan potensinya sendiri. Mereka hanya memerlukan dorongan dan arahan dari guru sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensi mereka. Tentunya ini menjadi tantangan tersendiri, karena sebagai pemimpin pembelajaran terkadang guru tergoda untuk berupaya membantu permasalahan murid secara langsung dengan memberikan solusi dan nasehat. Melalui keterampilan coaching, diharapan anak didik menjadi lebih kreatif dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, serta dapat meningkatkan potensi dalam diri mereka.

 

Hal ini selaras dengan arah paradigm pendidikan di era  pembelajaran abad 21  yang menitikberatkan pada pengembangan  keterampilan 4 C : Critical Thinking     Berpikir Kritis), Collaboration (Kolaborasi), Communication (Komunikasi), dan Creativity (Kreativitas). dimana setiap individu harus terlibat dalam pembelajaran berbasis inkuiri yang bermakna, memiliki nilai kebenaran dan relevansi, untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang mereka perlukan, dalam rangka memungkinkan peserta didik berhasil dalam ragam lini pekerjaan bersifat internasional, multikultural dan saling terkoneksi serta dalam kehidupan melalui penguasaan keterampilan berpikir kreatif, pemecahan masalah yang fleksibel, berkolaborasi dan berinovasi.

 

          Melalui model TIRTA, guru juga diharapkan dapat menjadi pembelajar dengan mengajukan pertanyaan mengarah pada prediksi hasil, serta dapat melihat beragam opsi dari berbagai sudut pandang yang nantinya akan membantu guru agar mampu mengambil keputusan dengan baik. Pendidik perlu melakukan praktik coaching di komunitas sekolahnya serta dikembangkan dengan semangat merdeka belajar bagi anak didik.

 

            Pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman bagi anak didik. Lingkungan dan budaya positif yang diterapkan di sekolah akan sangat mempengaruhi karakter dan pribadi dari peserta didik dan seluruh pemangku kepentingan di lingkungan sekolah yang nantinya juga akan tercermin dari bagaimana keputusan-keputusan yang dilakukan dalam komunitas pembelajar tersebut. Ketika kita berupaya menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus - kasus dilema etika juga ada kesulitan - kesulitan yang dihadapi, yakni situasi bertentangan dengan peraturan yang ada sehingga sulit untuk kita melaksanakan keputusan tersebut karena tidak ada acuan bahwa keputusan yang sudah kita lakukan itu benar, serta minimnya dukungan dari lingkungan di sekitar. Karena itu perlu bagi guru untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilan Sosial Emosional, praktek kesadaran penuh (mindful) dalam aktifitas dan proses berpikir, sadar akan berbagai pilihan dan konsekuensinya.

 

            Pengambilan keputusan yang baik dan tepat dapat dibuat dengan adanya dorongan kepercayaan diri dan keberanian, serta didukung dengan visi dan misi yang ada di sekolah sehingga dapat mewujudkan merdeka belajar pada anak didik. Cara mengajar guru, bagaimana proses pengambilan keputusan dan komitmen guru adalah kunci utama untuk mewujudkan merdeka belajar pada anak didik. Kayanya pengalaman, besarnya rasa empati, dan adanya ragam perispektif guru akan menjadi faktor penting bagi  proses pengambilan  keputusan yang bijak berdasarkan pada nilai nilai kebajikan universal, berpihak pada murid, dan dilandasi rasa tanggung jawab yang besar. Penting bagi setiap pendidik untuk menyadari bahwa diri kita adalah teladan hidup bagi anak didik, gurulah yang akan menjadi barometer awal dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila, seyogyanya pendidik selalu mengacu pada kompetensi guru dalam pengambilan keputusan.

 

                                                                                   Salam  dan  Bahagia

 

Berikan Pelajaran Tauhid Sejak Dini pada Anak!

      Pelajaran tauhid sangat penting diberikan kepada anak sejak dini, supaya menuntun keyakinannya kepada kuasa Allah SWT, serta dapat men...