Sabtu, 10 Februari 2018

Penggunaan dan Tata Tulis Ejaan: Pelafalan, Pemakaian Huruf, dan Pemisahan Suku Kata



Dasar yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran atau bahasa adalah satu bunyi ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan ejaan adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca. Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan huruf.
Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia sekarang menganut sistem ejaan fonemis, yaitu satu bunyi dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Akan tetapi, kenyataannya masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu /ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu tanda saja, yaitu /e/ pepet dan /e/ taling. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.
A. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud ialah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan.
Perhatikan contoh berikut!
- coca Lafal yang benar: cola [ko ka ko la]
- HCI Lafal yang benar: [Ha Se El]
- CO2 Lafal yang benar: [Se O2]
Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku bagi kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
B. Pemakaian Huruf
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan 26 huruf didalam abjadnya, yaitu mulai dengan huruf /a/ sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf di antaranya, yaitu huruf /f/, /v/, /x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai secara resmi di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian huruf itu tetap dipertahankan dan jangan diganti dengan huruf lain.
Contoh:
- fakta tidak boleh diganti dengan pakta
- aktif tidak boleh diganti dengan aktip
- valuta tidak boleh diganti dengan paluta
- pasif tidak boleh diganti dengan pasip
- ziarah tidak boleh diganti dengan jiarah, siarah
Meskipun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, harus kita ingat ketentuan pemakaian huruf /q/ dan /x/. Huruf /q/ hanya dapat dipakai untuk nama istilah khusus, sedangkan untuk istilah umum harus diganti dengan huruf /k/. Demikian pula huruf /x/ dapat dipakai untuk lambang, seperti xenon, sinar x, x, + y. Huruf /x/ apabila terdapat pada tengan kata dan akhir kata diganti dengan huruf gugus konsonan /ks/.
Contoh:
- Quran tetap ditulis Quran (nama)
- aquarium harus ditulis dengan akuarium
- quadrat harus ditulis dengan kuadrat
- taxi harus ditulis dengan taksi
- complex harus ditulis dengan kompleks
Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/, juga digunakan untuk melambangkan bunyi huruf hamzah (glotal). Ternyata masih ada pengguna bahasa yang menggunakan tanda ‘ain’ /’/ untuk bunyi hamzah (glotal) tersebut.
Contoh:
- ta’zim harus diganti dengan taksim
- ma’ruf harus diganti dengan makruf
- da’wah harus diganti dengan dakwah
- ma’mur harus diganti dengan makmur
C. Pemisahan Suku Kata
Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata berdasarkan kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir baris setiap halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulisan harus mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan yang Disempurnakan seperti berikut ini.
1) Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, pemisahan dilakukan di antara vokal tersebut. Contoh:
Main ma-in, taat ta-at
1. Apabila di tengan kata terdapat dua konsonan berurutan, pemisahan dilakukan di antara kedua konsonan tersebut. Contoh : ambil am-bil undang un-dang
2. Apabila di tengan kata terdapat konsonan di antara dua vokal pemisahannya dilakukan sebelum konsonan. Contoh: bapak ba-pak sulit su-lit
3. Apabila di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan, pemisahannya dilakukan di antara konsonan pertama dan konsonan kedua. Contoh: bangkrut bang-krut instumen in-stru-men
4. Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, penyukuannya dipisahkan sebagai satu kesatuan. Contoh: minuman mi-num-an bantulah ban-tu-lah
5. Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan ada huruf yang berdiri sendiri, baik vokal maupun konsonan. Contoh:
Salah
ikut j-
uga
masalah i-
6. Tanda pemisah (tanda hubung) tidak diperkenankan diletakkan di bawah huruf dan juga tidak boleh berjauhan dengan huruf, tetapi diletakkan di samping kanan huruf.
Contoh:
Salah Benar
pengam
bilan.
bela -
jar
Benar
pengam-
bilan .
bela-
jar

Sabtu, 03 Februari 2018

Pergeseran Makna Kata dalam Bahas Indonesia



Bahasa  sangat dinamis,  sebuah bahasa   tumbuh, berkembang, atau punah dipengaruhi berbagai faktor. Dinamika bahasa  terjadi pada ranah makna,  Makna kata dapat berubah        atau  bergeser dari makna yang sebelumnya.
Ada dua faktor yang menyebabkan perubahan dari makna,  yaitu  faktor Linguistik  (faktor dari bahasa itu sendiri) dan faktor nonlinguistik (faktor dari luar bahasa itu sendiri).

faktor Linguistik 
a.  Proses pengimbuhan afiksasi.
b. Proses pengulangan reduplikasi.
c.  Proses penggabungan komposisi.

faktor nonlinguistik

a. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan  Teknologi .
b. Perkembangan Sosial dan Budaya.
c.  Perbedaan Bidang Pemakaian.

Ada 6 jenis pergeseran makna di dalam bahasa Indonesia, di antaranya adalah generalisasi, spesialisasi, ameliorasi, peyorasi, sinestesia dan asosiasi. Berikut ini adalah pembahasan jenis-jenis pergeseran makna beserta contoh-contohnya.
1. Generalisasi (Perluasan)
Generalisasi adalah kata-kata yang maknanya mengalami pergeseran menjadi lebih luas dibanding dengan makna sebelumnya.
Berlayar
Makna kata berlayar yang dahulu adalah melaut dengan perahu yang memiliki layar saat ini meluas menjadi semua kegiatan melaut meskipun tidak menggunakan perahu layar.
Contoh:
Kapal titanic yang tenggelam di lautan sedang berlayar dari Italia menuju Inggris.
Papan

Makna kata papan yang dahulu hanyalah sebagai potongan kayu yang pipih, kini maknanya meluas menjadi barang-barang mewah.
Contoh:
Di zaman modern ini kita harus bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, maupun papan.
Kepala
Makna kata kepala yang dahulu hanya berarti anggota tubuh , kini maknanya meluas menjadi pemimpin atau ketua dari sebuah kelompok atau instansi.
Ayahnya menjabat sebagai kepala sekolah di SMAN 2 Sengkang.
Jurusan
Makna kata jurusan dahulu adalah sebuah arah atau tujuan dari angkot, kini berubah menjadi spesialisasi atau bidang ilmu yang ditekuni.
Contoh:
Saya adalah seorang mahasiswa Universitas Mentari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Spesialisasi (Menyempit)
Berbeda dengan generalisasi, kata-kata yang mengalami spesialisasi maknanya menjadi sempit dari makna sebelumnya.
Pembantu

Makna kata pembantu yang dahulu merupakan setiap orang yang meringankan urusan orang, kini hanya menjadi orang yang membantu urusan rumah tangga.
Contoh:
Karena pekerjaan rumah yang sangat banyak, Kakaku menangkat seorang pembantu di rumah.
Guru
Makna kata guru dahulu adalah setiap orang yang membimbing atau mengajarkan sesuatu, kini makna guru hanya sebatas pengajar di sekolah.
Contoh.
Selain menjadi pengajar di sanggar seni, Darma adalah seorang guru di SMAN 2 Sengkang.
3. Ameliorasi (Membaik)
Kata-kata yang mengalami ameliorasi maknanya berubah menjadi lebih baik atau lebih sopan dari kata sebelumnya. Kata-kata yang mengalami ameliorasi maknanya menjadi lebih tinggi dan halus.

Buta
Kata buta setelah mengalami ameliorasi menjadi Tuna netra, yaitu orang yang tidak bisa melihat sama sekali.
Contoh:
Para penyandang tuna netra membaca dengan menggunakan huruf braille.
Bui

Kata bui setelah mengalami ameliorasi menjadi lembaga pemasyarakatan, yaitu tempat menahan orang-orang yang bermasalah dengan hukum.
Contoh:
Penjahat kelas kakap itu ditahan di lembaga pemasyarakatan Cipinang.
4. Peyorasi (Memburuk)
Peyorasi adalah pergeseran makna pada suatu kata yang menyebabkan kata tersebut menjadi kurang baik atau tidak enak didengar dari kata sebelumnya.
Istri
Kata istri yang mengalami peyorasi menjadi bini, yaitu pasangan suami atau ibu dari anak-anak.
Contoh:
Dia terus merenung memikirkan anak bininya di rumah yang sedang menantinya dengan kelaparan.
Menurunkan
Kata menurunkan mengalami peyorasi menjadi melengserkan, yang berarti mengganti posisi seseorang dengan orang baru.
Contoh:
Presiden Soeharto dilengserkan oleh ribuan mahasiswa yang berdemo pada waktu itu.
5. Sinestesia
Kata-kata yang mengalami sinestesia mengalami pertukaran makna dalam hal tanggapan indera akan makna tersebut, seperti kata yang biasa diterima oleh telinga bisa diterima oleh mata dan seterusnya.
Indah
Kata Indah yang sejatinya hanya bisa dirasakan oleh indera penglihatan yang berarti bagus, kini bisa juga diterima oleh indera pendengaran yang berarti merdu.
Contoh:
Penanyi itu memiliki suara yang sangat indah dibandingakan dengan penyanyi lainnya.
Manis
Kata manis yang  lazimnya bisa diterima oleh indera perasa mengalami sinestesia sehingga bisa dirasakan oleh mata yang berarti cantik atau menawan.
Contoh:
Gadis yang memakai baju biru itu manis sekali.
6. Asosiasi (Persamaan Makna)
Asosiasi adalah perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan sifat. Asosiasi disebabkan oleh adanya perbedaan penggunaan kata pada suatu masyarakat.
Kursi
Makna kursi yang berarti tempat duduk mengalami asosiasi yang berarti kedudukan, jabatan atau pangkat.
Contoh:
Para calon anggota dewan memperebutkan ribuan kursi di Senayan dalam pemilu kali ini.
Parasit
Kata parasit yang berarti makhluk hidup kecil mengalami asosiasi menjadi orang-orang yang merugikan orang lain.
Contoh:
Aku baru sadar bahwa selama ini dia adalah parasit yang menganggu kehidupanku dan keluargaku.

Berikan Pelajaran Tauhid Sejak Dini pada Anak!

      Pelajaran tauhid sangat penting diberikan kepada anak sejak dini, supaya menuntun keyakinannya kepada kuasa Allah SWT, serta dapat men...