Jumat, 26 Oktober 2018

BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR



Bahasa Indonesia yang Baik
               Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi, yang selalu memperhatikan norma bahasa.

Bahasa Indonesia yang Benar
               Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata diperhatikan dengan saksama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar.

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
                       Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan memuasken bukanlah lafal bahasa Indonesia.
               Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang yang sudah biasa mengucapkan kata logis  dan sosiologi menjadi lohis dan sosiolohi. Jika demikian, bagaiman dengan kata gigi? Apa dilafalkan hihi?
                                                                            KESALAHAN PENERAPAN KAIDAH EJAAN

               Pada bagian ini dibahas tentang kesalahan-kesalahan penerapan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia. Setelah disajikan bentuk-bentuk yang salah (nonbaku), disajikan pula bentuk-bentuk yang benar (baku) sebagai perbaikanya. Mudah-mudahan bentuk-bentuk perbaikan itu akan mengingatkan kita semua, pemakai bahasa, selalu berhati-hati dalam menerapkan kaidah ejaan ini. Hal ini disajikan secara rinci di bawah ini.

PELAFALAN
     Memuaskan 
               Dalam bahasa Indonesia terdapat akhiran –kan, bukan –ken. Sesuai dengan tulisannya, akhiran itu tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang ada orang yang melafalkan kata seperti  memuaskan dengan [memuasken],  diharapkan dengan [diharapken], diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan tetapi, pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena dalam bahasa Indonesia apa yang ditulis itulah yang dilafalkan.
               Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun demikian, pemakai bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia tentu tidak akan mengikuti cara pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya akan terus berusaha meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia, termasuk dalam pelafalannya.
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memang tidak semudah yang diduga orang. Kendati demikian, dalam berbahasa, terutama dalam situasi yang resmi, lazimnya orang selalu berusaha menggunakan bahasa sebaik-baiknya, baik dalam penggunaan kaidah tata bahasa maupun pelafalannya.
               Masyarakat kita yang berlatar belakang bahasa pertama bahasa daerah tampaknya memang sering mengalami kesulitan dalam menghilangkan pengaruh bahasa daerahnya ketika berbahasa Indonesia. Pengaruh itu terutama terlihat jelas dalam pelafalannya. “Penyakit” itu agaknya tidak hanya terjadi pada masyarakat awam, tetapi juga pada orang tertentu yang kebetulan menjadi pejabat pemerintah. Contohnya tidak hanya pada kata tersebut di atas, tetapi juga pada kata lain, seperti makin, malam, kedudukan. Menurut aturan lafal bahasa Indonesia, kata-kata itu seharusnya dilafalkan dengan [makin],  [malam], [kedudukan], bukan dengan [mangkin], [malem], [kedudu’an].  Lafal yang terpengaruh bahasa daerah itu dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik harus kita hindari karena lafal bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan pengaruh atau atau ciri-ciri lafal daerah atau dialek tertentu. 

 Energi
               Kata energi sering dilafalkan dengan  [energi], [enerkhi], dan [enerji]. Kata energi dalam bahasa Indonesia diserap dari kata asing energie (Belanda) atau energy (Inggris). Sesuai dengan nama huruf di dalam abjad bahasa Indonesia, huruf g  tetap dilafalkan dengan [g], bukan [kh] atau [j], begitu pula halnya dengan huruf g  yang terdapat pada kata energi. Oleh karena itu, pelafalan yang baku untuk kata energi adalah [energi], bukan [enerkhi] atau [enerji].
               Pelafalan g dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Belanda, sedangkan dengan [j] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Inggris. Dalam berbahasa Indonesia yang baik, pelafalan yang terpengaruh bahasa asing itu patut kita hindari karena lafal bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
               Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini.
Kata                                     Lafal Baku                          Lafal Tidak Baku
biologi                  [biologi]                              [biolokhi], [bioloji]
teknologi                            [teknologi]                         [tehnolokhi], [tehnoloji], [teknoloji]
filologi                 [filologi]                             [filolokhi], [filoloji]
sosiologi                             [sosiologi]                          [sosiolokhi], [sosioloji]
fonologi                              [fonologi]                           [fonolokhi], [fonoloji]

 Huruf e
               Huruf e dalam bahasa Indonesia mempunyai tiga macam bunyi, yaitu [e], [ ], dan [ ]. Ktiga bunyi itu penulisannya tidak dibedakan dan dilambangkan dengan satu huruf, yaitu e. Oleh sebab itu, kemungkinan para pemakai bahasa melafalkan huruf itu secara tidak tepat sudah merupakan suatu hal yang dapat diduga.
               Kesalahan yang banyak kita dengar dewasa ini adalah bercampur aduknya bunyi e pepet
[ ] dan e benar [e] . Kata-kata yang seharusnya dilafalkan dengan e pepet dilafalkan orang dengan e benar, demikian juga sebaliknya. 
Pada kata teras  huruf e dapat dilafalkan dengan e benar/taling) [e] atau e pepet [ ]  dengan makna yang berbeda. Jika dilafalkan dengan dengan e taling, kata teras berarti serambi atau emper, sedangkan jika dilafalkan dengan e pepet kata teras berarti ‘inti’, misalnya pejabat teras berarti ‘pejabat inti’.
Kata-kata seperti pegang, kemana, mengapa yang seharusnya dilafalkan dengan e pepet,  sering dilafalkan dengan e keras/taling. Sebaliknya, kata-kata seperti lengah, ide yang semestinya dilafalkan dengan e keras, dilafalkan dengan e pepet.
Kata esa pada Tuhan Yang Maha Esa sering dilafalkan dengan orang dengan e benar. Lafal yang benar adalah dengan bunyi e pepet karena e pada awal kata itu lemah bunyinya. Bunyi e itu lama kelamaan hilang lalu esa menjadi sa. Dalam bahasa Indonesia sa itu berubah menjadi se dan karena terdiri atas satu suka kata, dituliskan sebagai awalan seperti kita lihat pada kata-kata sebatang, sebuah, semalam, sehari; artinya ‘satu’.

  Pasca dan Civitas academika
               Kata pasca dan civitas academica berasal dari bahasa yang berbeda. Kata pasca berasal dari bahasa Sansekerta, sedangkan civitas academica dari bahasaLatin. Oleh karena asalnya berbeda, cara melafalkannya pun tidak sama.
               Huruf c  pada kata pasca, sesuai dengan bahasa asalnya, dilafalkan [c], bukan [k]. Sejalan dengan itu, kata pasca pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca], bukan [paska], misalnya pada pascapanen [pascapanen] dan pascasarjana [pascasarjana]. Di dalam kamus pun tidak ada keterangan yang memberi petunjuk bahwa pasca harus dibaca dengan [paska]. Oleh karena itu, pascapanen dan pascasarjana tidak dilafalkan dengan [paskapanen] dan [paskasarjana], tetapi dilafalkan dengan [pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan pasca dengan panca, yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang sama, yaitu Sansekerta. Dalam hal ini panca pun dilafalkan dengan [panca], bukan [panka], misalnya pada kata pancasila dan pancakrida.
               Huruf c dari bahasa  Latin, seperti halnya dari bahasa Inggris, tidak dolafalkan dengan {c], tetapi di satu pihak huruf itu dapat dilafalkan dengan [s], dan di pihak lain dapat pula dilafalkan dengan [k]. Huruf c asing, sesuai dengan penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika huruf itu terdapat di muka e, i, oe, dan y. 
Misalnya:
               cent       ------                    sen
               central --------                 sentral
               circulation -----                  sirkulasi
               coelom  --------                  selom
               cylinder--------                  silinder
Adapun c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu terletak di muka a, u, o dan konsonan.
               corelation           ----------               korelasi
               calculation          ----------               kalkulasi
               cubic                    ----------               kubik
               construction       ----------               konstruksi
               classification      ----------               klasifikasi
Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun dilafalkan dengan [s] karena terletak di muka i, tetapi pada academica c dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka a. Dengan demikian, civitas academica dilafalkan dengan [sivitas akademika], bukan [civitas academica].
 Singkatan dan Akronim Asing
Singkatan dan akronim asing pelafalannya diperlakukan agak berbeda dengan singkatan dan akronin bahasa Indonesia. Sebagai singkatan, huruf dari bahasa mana pun dilafalkan menurut  abjad bahasa Indonesia. Oleh karena itu, singkatan asing pun dilafalkan seperti halnya lafal bahasa Indonesia.
Misalnya:
               Singkatan                           Lafal Baku                          Lafal Tidak Baku
               FAO                                     [ef-a-o]                                 [ef-ey-ow]
               IGGI                                     [i-ge-ge-i]                           [ay-ji-ji-ay]
               DO                                        [de-o]                                  [di-ow]
               BBC                                      [be-be-ce]                           [bi-bi-si], [be-be-se]
               AC                                        [a-ce]                                   [ey-si], [a-se]
               WC                                       [we-ce]                               [we-se], [dablyu-si]
               TV                                        [te-ve]                                 [ti-vi]
               TVRI                                    [te-ve-er-i]                         [ti-vi-er-i]
               Dahulu, ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama, singkatan BBC, AC, dan WC, pelafalannya [be-be-se], [a-se], dan [we-se] karena pelafalan itu sesuai dengan nama huruf  c dalam ejaan lama, yaitu se. Akan tetapi, sejak EYD diresmikan dan nama huruf c diubah menjadi [ce]. Dengan demikian, BBC, AC, dan WC, pelafalannya yang baku adalah [be-be-ce].[a-ce], dan [we-ce] karena disesuaikan dengan nama hurf c yaitu ce, sedangkan [be-be-se], [a-se], dan [we-se] dipandang sebagai lafal yang tidak baku.
               Dalam hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan dengan lafal asingnya karena dapat menyulitkan para pemakai bahasa Indonesia. Jika singkatan dari bahasa Inggris harus dilafalkan menurut huruf dalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana kalau kita dihadapkan pada singkatan dari bahasa asing yang lain, seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan Jepang? Berapa banyak masyarakat kita yang mengenal nama huruf di dalam bahasa-bahasa itu? Bagaimana pula melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa itu, tentu tidak banyak yang tahu.
               Dengan pertimbangan bahwa orang Indonesia yang paham bahasa Indonesia dengan abjadnya lebih banyak daripada jumlah orang yang mengenal bahasa asing dengan abjadnya, sebaiknyalah singkatan dari bahasa mana pun, demi kejelasan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf yang terdapat dalam abjad bahasa Indonesia.  Jadi, singkatan asing yang terdapat dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa Indonesia.
               Berbeda halnya dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti kata biasa. Dalam hal ini, akronim asing pun dipandang identik dengan kata asing.  Kalau kata asing dilafalkan mengikuti lafal aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal akronim itu dalam bahasa asalnya. Dengan demikian, akronim asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia, terutama yang pemakaiannya sudah bersifat internasional, dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa aslinya.
Misalnya”
               Akronim                             Lafal Baku                          Lafal Tidak Baku
               Unesco                              [yunesko]                             [unesko]
               Unicep                             [yunisyep]                             [unicep]
               Di samping  akronim dan kata asing, unsur serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, yang masih ditulis dengan ejaan asing pelafalannya pun disesuaikan dengan lafal bahasa asingnya.
Misalnya:
               reshufle tetap dilafalkan [riesafel]
               shuttlecock tetap dilafalkan  [syatelkak]

Angka Tahun dan Angka 0
               Sampai saat ini pelafalan angka tahun dan angka memang cukup bervariasi. Tahun 1989, misalnya, ada yang melafalkan dengan [satu-sembilan-delapan-sembilan] atau angka demi angka, tetapi ada pula yang melafalkannya dengan [sembilan belas-delapan sembilan]. Di samping itu, juga tidak sedikit yang melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan]. Dari berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang resmi adalah yang terakhir, yaitu seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan. Pelafalan itu pulalah yang sebaiknya digunakan, sedangkan dua pelafalan lainnya dipandang tidak baku.
               Angka 0 berarti ‘kosong’ atau ‘tidak ada apa-apanya’. Dalam bahasa kita pelafalan angka itu yang sebaiknya digunakan adalah [nol], bukan [kosong]. Misalnya, nomor telepon 306039 dilafalkan dengan [tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan [tiga-kosong-enam-kosong-tiga-sembilan].
               Pelafalan angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa Inggris zero, yang dalam bahasa kita memang sering diterjemahkan dengan kosong.



********************ADARMA********************


Jumat, 12 Oktober 2018

Penggunaan dan Tata Tulis Ejaan Bahasa Indonesia (Pelafalan, Pemakaian Huruf, dan Pemisahan Suku Kata)


Dasar yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran atau bahasa adalah satu bunyi ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan ejaan adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca. Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan huruf.
Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia sekarang menganut sistem ejaan fonemis, yaitu satu bunyi dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Akan tetapi, kenyataannya masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu /ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu tanda saja, yaitu /e/ pepet dan /e/ taling. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.
A. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud ialah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan.
Perhatikan contoh berikut!
- coca Lafal yang benar: cola [ko ka ko la]
- HCI Lafal yang benar: [Ha Se El]
- CO2 Lafal yang benar: [Se O2]
Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku bagi kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
B. Pemakaian Huruf
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan 26 huruf di dalam abjadnya, yaitu mulai dengan huruf /a/ sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf di antaranya, yaitu huruf /f/, /v/, /x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai secara resmi di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian huruf itu tetap dipertahankan dan jangan diganti dengan huruf lain.
Contoh:
- fakta tidak boleh diganti dengan pakta
- aktif tidak boleh diganti dengan aktip
- valuta tidak boleh diganti dengan paluta
- pasif tidak boleh diganti dengan pasip
- ziarah tidak boleh diganti dengan jiarah, siarah
Meskipun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, harus kita ingat ketentuan pemakaian huruf /q/ dan /x/. Huruf /q/ hanya dapat dipakai untuk nama istilah khusus, sedangkan untuk istilah umum harus diganti dengan huruf /k/. Demikian pula huruf /x/ dapat dipakai untuk lambang, seperti xenon, sinar x, x, + y. Huruf /x/ apabila terdapat pada tengan kata dan akhir kata diganti dengan huruf gugus konsonan /ks/.
Contoh:
- Quran tetap ditulis Quran (nama)
- aquarium harus ditulis dengan akuarium
- quadrat harus ditulis dengan kuadrat
- taxi harus ditulis dengan taksi
- complex harus ditulis dengan kompleks
Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/, juga digunakan untuk melambangkan bunyi huruf hamzah (glotal). Ternyata masih ada pengguna bahasa yang menggunakan tanda ‘ain’ /’/ untuk bunyi hamzah (glotal) tersebut.
Contoh:
- ta’zim harus diganti dengan taksim
- ma’ruf harus diganti dengan makruf
- da’wah harus diganti dengan dakwah
- ma’mur harus diganti dengan makmur
C. Pemisahan Suku Kata
Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata berdasarkan kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir baris setiap halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulisan harus mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan yang Disempurnakan seperti berikut ini.
1. Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, pemisahan dilakukan di antara vokal tersebut. Contoh:
Main : ma-in,   taat :  ta-at
2. Apabila di tengan kata terdapat dua konsonan berurutan, pemisahan dilakukan di antara kedua konsonan tersebut. Contoh : ambil:  am-bil,  undang:  un-dang
3. Apabila di tengan kata terdapat konsonan di antara dua vokal pemisahannya dilakukan sebelum konsonan. Contoh: bapak ba-pak sulit su-lit
4. Apabila di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan, pemisahannya dilakukan di antara konsonan pertama dan konsonan kedua. Contoh: bangkrut bang-krut instumen in-stru-men
5. Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, penyukuannya dipisahkan sebagai satu kesatuan. Contoh: minuman mi-num-an bantulah ban-tu-lah
6. Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan ada huruf yang berdiri sendiri, baik vokal maupun konsonan. Contoh:
Salah
ikut j-
uga
masalah i-
7. Tanda pemisah (tanda hubung) tidak diperkenankan diletakkan di bawah huruf dan juga tidak boleh berjauhan dengan huruf, tetapi diletakkan di samping kanan huruf.
Contoh:
Salah Benar
pengam
bilan.
bela -
jar
Benar
pengam-
bilan .
bela-
jar

******************ADARMA****************

Berikan Pelajaran Tauhid Sejak Dini pada Anak!

      Pelajaran tauhid sangat penting diberikan kepada anak sejak dini, supaya menuntun keyakinannya kepada kuasa Allah SWT, serta dapat men...